Sunday, January 8, 2017

Hoax; Terpercaya atau Memperdaya?


HOAX; TERPERCAYA ATAU MEMPERDAYA?


Marsal Sintung



Sebagai kaum masyarakat yang masih memperjuangkan budaya membaca, kita kadang masih berpotensi termakan omongan atau berita dari sumber yang tidak dapat mempertanggungjawaban kebenarannya. Mereka banyak menciptakan bahan dengan menggunakan subjektifitas yang besar dengan asumsi hasil yang kecil. Padahal, pikiran mereka belum mampu memprediksi dampak atau efek samping yang saja bisa membuat gempar hingga menyesatkan. Berita seperti inilah yang disebut hoax.

Pada dasarnya, hoax berasal dari kata hocus pada frasa hocus pocus, yang sesuai dengan definisi kamus Merrian-Webster berarti to cheat (untuk mencurangi). Frasa itu sendiri sebenarnya merupakan bagian yang diterapkan dalam pertunjukan sulap, setara ucapan sim salabim dan sejenisnya. Maksud penggunaan kata hoax pada pemberitaan palsu berbeda dengan pada pertunjukan sulap. Dalam pemberitaan palsu, pendengar atau penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu.

Maraknya penyebaran hoax di media massa dinilai mengkhawatirkan kaum masyarakat intelek, karena hal ini menunjukkan kurang maksimalnya peran pihak redaktur dan penyunting dalam menyaring berita dan bisa jadi karena tidak adanya pengawasan dari provider lahan sehingga menciptakan kebebasan berekspresi yang tidak bertanggung jawab. Di sisi lain, masyarakat awam yang menanggapi bacaan sebagai sumber informasi sekunder setelah televisi dikhawatirkan dapat disesatkan, karena pola penggalian info yang masih terjebak dalam budaya tutur.

Hoax memang dapat terjadi, tetapi celakalah bagi para produsernya. Kepopuleran isu dan kredibilitas pembuat hoax-lah yang menjadi penyebab suburnya hoax. Untuk itu, pembaca Indonesia sebagai agen-agen pembawa perubahan pola pikir dan nilai-nilai lama sebaiknya lebih selektif dalam mengonsumsi berita yang nantinya dapat disebarkan. Mayoritas kepopuleran isu, kesamaan atau keselarasan referensi, serta redaksi yang memadai dapat menjadi ‘perlengkapan’ dalam upaya menghindari penalaran pembaca yang berujung pada hoax.

(Desember 2016)

No comments: